Kamis, 27 Oktober 2016

Tugas B. Indonesia

1.      Pengertian Ragam Bahasa

Ragam bahasa adalah  variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa.
            Bahasa yang di hasilkan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulisan. Jadi dalam ragam bahasa lisan kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulisan kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua ragam tersebut memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya  ragam bahasa lisan. Oleh karena itu sering timbul kesan antara ragam bahasa lisan dan tulisan itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjadi sistem bahasa yang memiliki sistem seperangkat kaidah yang berbeda satu dengan yang lainnya.

2.      Macam-macam Ragam Bahasa

a. Ragam bahasa Media (Lisan)

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan kalimat dan unsur-unsur didalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicara menjadi pendukung didalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicara lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicara lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa dituliskan, ragam bahasa itu tidak bisa disebut ragam bahasa tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukan cir-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dengan tulisan,  ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing adapun ciri dari keduanya:
Contohnya: “Sudah saya baca buku itu”


b. Ragam Tulisan

Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulisan makna kalimat yang diungkapkan nya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalomat. Oleh karrena itu, penggunaan ragam baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk katadan struktur kalimat, serta kelengkapaan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Contohnya: “Saya sudah membaca buku itu”.

c. Ragam Bahasa Resmi
Ragam bahasa resmi adalah ragam bahasa yang biasa digunakan dalam suasana resmi atau formal, misalnya surat dinas, pidato dan makalah atau karya tulis.Ragam bahasa resmi (formal) biasanya menggunakan tata bahasa yang baik (sesuai EYD), lugas, sopan, menggunakan bahasa yang baku, baik itu dalam bahasa lisan maupun tertulis.

Contohnya : ‘Saya sudah menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut.’ 

d. Ragam Bahasa Tidak Resmi

Ragam bahasa tidak resmi adalah ragam bahasa yang biasa digunakan dalam suasana tidak resmi, misalnya surat pribadi dan surat untuk keluarga atau yang berbentuk lisan, contohnya dalam percakapan sehari-hari. Ragam bahasa tidak resmi (non formal) Ciri-ciri bahasa tidak resmi adalah kebalikan dari bahasa resmi. Biasanya digunakan oleh orang-orang yang sudah akrab, seperti antara teman dekat, antara orang tua dan anak, atau kepada kerabat dekat  lainnya.
Contoh: “PR itu sudah aku selesaikan”.




e. Ragam bahasa akrab

Penggunaan kalimat-kalimat pendek merupakan ciri ragam bahasa akrab. Kalimat-kalimat pendek ini menjadi bermakna karena didukung oleh bahasa nonverbal seperti anggukan kepala , gerakan kaki dan tangan tangan,atau ekspresi wajah.
Contoh: Bro main yuk bosen nih

f. Ragam bahasa konsultasi

Ketika kita mengunjunggi seorang dokter, ragam bahasa yang kita gunakan adalah ragam bahasa resmi. Namun, dengan berjalannya waktu terjadi alih kode. Bukan bahasa resmi yang digunakan, melainkan bahasa santai. Itulah ragam bahasa konsultasi.
Contoh: Bagaimana keadaan janin saya dok?



Sabtu, 15 Oktober 2016

Menceritakan diri sendiri


Nama: Ridho Ridiyanto
Kelas: 1EA28
NPM : 16216346



Menceritakan Diri Sendiri


Nama saya  adalah Ridho Ridiyanto, Saya lahir di Sukoharjo, 25 Maret 1998, saya anak kedua dari dua bersaudara, Ayah saya Slamet ( almarhum ) dan Ibu saya Sutimi. Ayah saya dulunya adalah seorang pedagang ayam potong yang mana setiap pekerjaannya dibantu oleh ibu. Setelah ayah saya meninggal, ibu saya lah sekarang yg berjualan sendiri. Kakak Saya laki-laki yang bernama Jhanuar Rio Perdana, kakak saya alhamdulillah sudah menikah dan juga sudah mempunyai anak.
Pada saat umur 6 tahun Saya memulai karir pendidikan di jenjang SD Negeri Pekayon Jaya IV, yang berada daerah Kota Bekasi. Saya melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu di SMP, Saat SMP saya bersekolah di SMP  Negeri 12 Bekasi, yang berada tidak jauh dari tempat SD saya. Di SMP saya menimba ilmu selama 3 tahun lamanya, Setelah 3 tahun  tepatnya pada 2013/20014 saya menyelesaikan pendidikan di SMP dan saya mendapatkan izajah SMP. Kemudian di lanjutkan kejenjang berikutnya yaitu SMA di SMA Mutiara Baru, yang berada di daerah Rawa Lumbu Bekasi Timur.
Nah dimasa putih abu-abu ini lah masa masa yang paling saya tidak lupakan. Memang benar masa-masa SMA merupakan masa yang paling menyenangkan dan saya pun merasakannya sendiri hehehehe.
Buat anak-anak yang udah lulus, apalagi lulusnya udah lama banget, udah ngelewatin masa di mana ngelihat Facebook dan Path isinya postingan orang tentang pernikahan atau upload foto anaknya, masa SMA itu ngangenin banget. Kalau kita ingat-ingat lagi, masa SMA itu indah banget ya. Untung saya baru lulus hahaha.
Saya pun mau membedakan masa masa yang indah saya dengan masa kuliah. Oiyaa saya sendiri kuliah di Universitas Gunadarma yang juga masih didaerah Bekasi. Alasan saya mengambil kuliah disitu karena gamau jauh dari ibu saya. Kasian kan kalo ibu ditinggal sendirian hehe. Saya mengambil jurusan Manajemen S1. Beda loh walaupun kuliah enak tapi masa SMA benar bener masa yang paling indah dan saya ingin menceritakan masa SMA saya.
Belajarnya

SMA beda banget sama kuliah. Waktu SMA, guru-guru yang ngejar-ngejar saya. Kalau saya nggak ikut ulangan atau ujian, ditanyain kenapa nggak ikut, terus dibujuk buat ikut susulan atau ujian pengganti. Di dunia kuliah, saya yang harus ngejar-ngejar dosen, karena mahasiswa yang butuh dosen. Dosen nggak mau ambil pusing. Kalau saya nggak datang, tinggal dikasih penilaian benar-benar sesuai kelakuan aja. Kalau SMA yang males masih di naik kelasin, di kuliah, yang males ditinggalin.
Di kelas, guru yang nyamperin murid-muridnya dari kelas satu ke kelas lain. Saya cukup diem, nyiapin alat tulis. Bahkan udah segitu mudahnya pun, masih aja ada yang males. Kalau kuliah saya yang mesti pindah-pindah kelas ngikutin dosen itu ‘ngetem’-nya di ruangan yang mana.
Waktu SMA, di kelas bisa enak-enak banget mainan handphone pas guru lagi nerangin. Makanya, ngga heran banyak tuh yang namanya kerdus (kerudung dusta) cuma buat nyembunyiin earphone yang nyantol di kuping. Sebenernya pas kuliah juga bisa sih kayak gitu, tapi akibatnya mesti ditanggung sendiri. Pas SMA mah enak, nggak pernah merhatiin di kelas juga pas ujian sering dapet contekan. Lah kalau kuliah, ujian akhirnya sidang skripsi. Skripsinya bikin sendiri. Kalau nggak bener bikinnya, abis dibantai pas sidang
Temennya

Indahnya masa SMA, nongkrongnya bisa sama yang begini. Cukup dengan modal menjadi anak cowok yang ‘lucu’ dan sedikit ‘involve’ di berbagai kegiatan si cewek, bisa jadi temen deket saya sampai punya akses sender-senderan pundak dan tentunya, foto bareng.
Udah kuliah mah boro-boro modusin cewek, yang ada ‘dimodusin’ mulu sama tugas. Nggak abis-abis. Pas lulus-lulusan, saya bisa modus coret-coretan deket-deket dia, sampai modus nggak sengaja nyoret logo OSIS-nya.

Waktu SMA juga, saya untuk nongkrong, khususnya buat yang anak cowok, rasanya nggak pernah sampe ngerogoh kocek sama sekali. Cukup dengan ngumpul di pinggir jalan setelah bel pulang sekolah, itu udah termasuk kategori nongkrong. Literally nongkrong. Jongkok di pinggir jalan, di depan warung. Beberapa ada yang ngerokok, beberapa lainnya ada yang cuma ikut-ikutan ngerokok. Kopinya nggak perlu yang seharga puluhan ribu sampe bikin puasa seminggu lalu harus difoto dan upload fotonya di Path dan Instagram, tapi cukup beli yang di warkop, segelas doang, diminum rame-rame.

Cintanya

Masa SMA itu adalah masa yang mudah.
Motor nggak sengaja sebelahan di parkiran aja saya udah ngerasa jodoh.
Nggak sengaja baris deketan pas upacara aja saya ngerasa udah jadi soulmate.
Absen atas-bawah udah ngerasa saya sama dia nggak akan terpisahkan.
Ditunjuk guru untuk jadi teman sekelompok aja saya udah ngerasa memang ditakdirkan bersama.
Diminta PIN BBM atau nomer HP sama dia padahal buat nanyain tugas aja saya udah kayak diajak ngedate.
Di-chat buat nanyain tugas aja ngerasanya udah kayak ditanya “Will you marry me?”
Nggak sengaja beli somay di abang-abang yang sama di kantin aja saya langsung berasa akan hidup bersama selamanya.
Pake baju yang sama pas di sekolah aja langsung ngerasa “Dialah the one in my life.”.
Waktu SMA, saya untuk dapet pacar, simple banget. Cukup ikut ekskul yang keren, bawa motor dari duit orang tua, punya jokes yang berhasil bikin dia ketawa. Kalau udah gitu, modal teh botol sama bercanda aja udah bisa jadian. Yang penting sekota, kalau bisa sesekolah, kalau bisa lagi, sekelas. Karena jarang banget anak SMA yang sanggup LDR.
Beda banget sama kehidupan selepas SMA. Saya untuk dapet pacar, masuk UKM yang ngetren aja belum cukup, tapi harus berprestasi banget juga. Saya punya kendaraan, kalau motor doang, apalagi cuma motor bebek atau matic, kadang nggak dilirik sama sekali, kalah sama yang bawa mobil (lagi-lagi, itu punya orang tuanya). Untuk dapet pacar pada masa setelah SMA, saya harus punya duit, harus punya prestasi dan masih banyak lagi dah pokoknya.


Waktu SMA, saya nggak butuh semua itu. Tinggal buat dia sering ketawa ketika sama saya, kencan kesekian tanya “Kamu mau nggak jadi pacar aku?” terus dia jawab “Iyaa”, sering main ke tempat makan lalu selfie lalu update di socmed. Dalam seminggu, bisa ketemu lima hari. Senang-senang terus.

Ah, ini semua hanya untuk mengenang saja. Namun memang, saya nggak bisa senang-senang terus. Semakin dewasa, semakin banyak yang harus dipikirkan dengan matang, semakin harus bisa melihat ke depan. Karena saya nggak mau kalau hidup saya gini-gini aja. Saya juga ingin mebanggakan orangtua lewat cara saya sendiri.

Manusia dan Cinta Kasih


Nama: Ridho Ridiyanto
Kelas: 1EA28
NPM : 16216346


Manusia dan Cinta Kasih
           
Menurut kamus umum bahasa indonesia karya W J.S. Poerwadarminta, Cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tetarik hatinya. Sedangkan kata Kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasihan.
Walaupun cinta kasih mengandung arti hampir bersamaan, namun terdapat perbedaan juga antara keduanya. Cinta lebih mengandung pengertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya dengan kata lain bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara nyata.
Cinta memegang peran yang penting dalam kehidupan manusia, sebab cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat dimasyarakat, dan hubungan manusiawi yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antar manusia dengan tuhannya sehingga manusia menyembah tuhan dengan ikhlas, mengikuti perintahnya, dan berpegang teguh pada syariatnya:

  • Cinta memiliki tiga tingkatan, yaitu tinggi, menengah dan rendah.
  • Cinta tingkat tertinggi adalah cinta kepada tuhan.
  • Cinta tingkat menengah adalah cinta kepada orangtua, anak, saudara, istri atau suami dan kerabat.
  • Cinta tingkat terendah adalah cinta yang lebih mengutamakan cinta keluarga, kerabat, harta dan tempat tinggal.


Menurut Ibnu Al-Arabi
Mari kita simak pendapat Ibnu al-arabi (tokoh filosofo islam) mengenai rasa cinta. Ibnu al-araby membagi cinta pada 3 tingkatan, yaitu:

1.Cinta Natural. cinta ini bersifat subjektif, kita lebih mementingkan keuntungan diri sendiri. Contohnya, kita dapat mencintai seseorang karena dia telah menolong kita, berbuat baik pada kita. Seperti cintanya seekor kucing pada majikannya karna telah merawatnya.

2.Cinta Supranatural. Cinta ini bersifat objektif, tanpa pamrih. dimana kita akan mencintai seseorang dengan tulus tanpa mengharapkan timbal balik walau masih ada muatan subjektif. Contohnya seperti cintanya seorang ibu pada anaknya, ia rela berkorban apapun dan bagaimanapun caranya demi kebaikan anaknya walaupun tanpa ada balasan (rasa cinta) dari anaknya tersebut. Pada tingkat inilah kita akan mulai memahami pepatah yang menyebutkan “CINTA TAK HARUS MEMILIKI”

3.Cinta Ilahi. Inilah kesempurnaan dari rasa cinta. Kita tidak hanya akan mendahulukan kepentingan objek yand kita cintai,. Lebih dari itu, ketika kita telah mencapai tingkatan ini kita tidak akan lagi melihat diri kita sebagai sesuatu yang kita miliki, penyerahan secara penuh, sirnanya kepentingan pribadi. Kita merasa bahwa apapun yang kita miliki adalah milik objek yang kita cintai.



Triangular Theory of Love
Di dalam teori ini, cinta digambarkan memiliki tiga elemen/komponen yang berbeda, yaitu  keintiman (intimacy), gairah/nafsu (passion), dan kesepakatan/komitmen (commitment). Teori ini dikemukakan oleh Robert Sternberg – seorang ahli psikologi. Berbagai gradasi maupun jenis cinta timbul karena perbedaan kombinasi di antara ketiga elemen tersebut. Suatu hubungan interpersonal yang didasarkan hanya pada satu elemen ternyata lebih rapuh daripada bila didasarkan pada dua atau tiga elemen.

Berdasarkan “Triangular Theory of Love” disebutkan beberapa bentuk-bentuk (wajah) cinta, yaitu :

1. Menyukai (liking) atau pertemanan karib (friendship), yang cuma memiliki elemen intimacy. Dalam jenis ini, seseorang merasakan keterikatan, kehangatan, dan kedekatan dengan orang lain tanpa adanya perasaan gairah/nafsu yang menggebu atau komitmen jangka panjang.

2. Tergila-gila (infatuation) atau pengidolaan (limerence), hanya memiliki elemen passion. Jenis ini disebut juga Infatuated Love, seringkali orang menggambarkannya sebagai “cinta pada pandangan pertama”. Tanpa adanya elemen intimacy dan commitment, cinta jenis ini mudah berlalu.

3. Cinta hampa (empty love), dengan elemen tunggal commitment di dalamnya. Seringkali cinta yang kuat bisa berubah menjadi empty love, yang tertinggal hanyalah commitment tanpa adanya intimacy dan passion. Cinta jenis ini banyak dijumpai pada kultur masyarakat yang terbiasa dengan perjodohan atau pernikahan yang telah diatur

4. Cinta romantis (romantic love). Cinta jenis ini memiliki ikatan emosi dan fisik yang kuat (intimacy) melalui dorongan passion.

5. Cinta persahabatan sejati (companionate love). Didapatkan pada hubungan yang telah kehilangan passion tetapi masih memiliki perhatian dan intimacy yang dalam serta commitment. Bentuk cinta seperti ini biasanya terjadi antar sahabat yang berlawanan jenis.

6. Cinta semu (fatuous love), bercirikan adanya masa pacaran dan pernikahan yang sangat bergelora dan meledak-ledak (digambarkan “seperti angin puyuh”), commitment terjadi terutama karena dilandasi oleh passion, tanpa adanya pengaruh intimacy sebagai penyeimbang.

7. Cinta sempurna (consummate love), adalah bentuk yang paling lengkap dari cinta. Bentuk cinta ini merupakan jenis hubungan yang paling ideal, banyak orang berjuang untuk mendapatkan, tetapi hanya sedikit yang bisa memperolehnya. Sternberg mengingatkan bahwa memelihara dan mempertahankan cinta jenis ini jauh lebih sulit daripada ketika meraihnya. Sternberg menekankan pentingnya menerjemahkan elemen-elemen cinta ke dalam tindakan (action). “Tanpa ekspresi, bahkan cinta yang paling besar pun bisa mati” kata Sternberg.

8. Non Love, adalah suatu hubungan yang tidak terdapat satupun dari ketiga unsur tersebut. hanya ada interaksi namun tidak ada gairah, komitmen, ataupun rasa suka.





Study Kasus :

Pernah tidak sih mendengar cerita dari sahabatmu atau temanmu yang bercerita tentang pacarnya ?

Tentang indahnya punya pacar ? tentang bahagia yang di dapatkannya dari sang kekasih hati ? pasti sering kan ? banyak sekali cerita tentang cinta dari yang bahagia hingga yang menyedihkan dan tragis. Tapi itu semua hanya cinta kepada sesama umat manusia.

Pernah tidak mendengar melihat temanmu yang bercerita sambil menangis ketika meninggalkan ibadahnya ? pernah tidak mendengar penyesalan telah meninggalkan kegiatan agamanya ? tentu jarang ! atau mungkin tidak sama sekali.

Inilah bedanya, kadang manusia suka lupa bahwa ia harus lebih mencintai sang penciptanya daripada umat manusia yang juga di ciptakan sang pencipta.

Opini :

Menurut saya apapun jenis cinta, apapun tingkatan cinta itu hanyalah masalah hati. Hati yang menentukan semuanya akan seperti apa, dan akan bagaimana.

Sebagai umat manusia kita harus bersyukur karena masih ada cinta di dunia ini yang bisa mempererat tali persaudaraan, memperbanyak tali silaturahmi dan dapat mecegah tindakan anarkisme terjadi.Memang cinta pada manusia itu buta tapi cinta tidak tuli, masih bisa di dengar kata-kata pujian untuk yang di Cinta. Masih bisa di rasakan perbuatan n perlakuan istimewa untuk yang di cinta.


Sumber : Buku MKDU Ilmu Budaya Dasar, Universitas Gunadarma.