Nama: Ridho Ridiyanto
Kelas:
1EA28
NPM
: 16216346
Manusia dan Cinta Kasih
Menurut kamus umum bahasa indonesia karya W J.S.
Poerwadarminta, Cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) sayang
(kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tetarik hatinya. Sedangkan
kata Kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas
kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga kata
kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai
perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas
kasihan.
Walaupun cinta kasih mengandung arti hampir
bersamaan, namun terdapat perbedaan juga antara keduanya. Cinta lebih
mengandung pengertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya dengan
kata lain bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan
secara nyata.
Cinta memegang peran yang penting dalam kehidupan
manusia, sebab cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan
keluarga dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat dimasyarakat, dan hubungan
manusiawi yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antar
manusia dengan tuhannya sehingga manusia menyembah tuhan dengan ikhlas,
mengikuti perintahnya, dan berpegang teguh pada syariatnya:
- Cinta memiliki tiga
tingkatan, yaitu tinggi, menengah dan rendah.
- Cinta tingkat
tertinggi adalah cinta kepada tuhan.
- Cinta tingkat menengah
adalah cinta kepada orangtua, anak, saudara, istri atau suami dan kerabat.
- Cinta tingkat terendah adalah cinta yang lebih
mengutamakan cinta keluarga, kerabat, harta dan tempat tinggal.
Menurut
Ibnu Al-Arabi
Mari kita simak pendapat Ibnu al-arabi (tokoh
filosofo islam) mengenai rasa cinta. Ibnu al-araby membagi cinta pada 3
tingkatan, yaitu:
1.Cinta Natural. cinta ini bersifat subjektif, kita
lebih mementingkan keuntungan diri sendiri. Contohnya, kita dapat mencintai
seseorang karena dia telah menolong kita, berbuat baik pada kita. Seperti
cintanya seekor kucing pada majikannya karna telah merawatnya.
2.Cinta Supranatural. Cinta ini bersifat objektif,
tanpa pamrih. dimana kita akan mencintai seseorang dengan tulus tanpa
mengharapkan timbal balik walau masih ada muatan subjektif. Contohnya seperti
cintanya seorang ibu pada anaknya, ia rela berkorban apapun dan bagaimanapun
caranya demi kebaikan anaknya walaupun tanpa ada balasan (rasa cinta) dari
anaknya tersebut. Pada tingkat inilah kita akan mulai memahami pepatah yang
menyebutkan “CINTA TAK HARUS MEMILIKI”
3.Cinta Ilahi. Inilah kesempurnaan dari rasa cinta.
Kita tidak hanya akan mendahulukan kepentingan objek yand kita cintai,. Lebih
dari itu, ketika kita telah mencapai tingkatan ini kita tidak akan lagi melihat
diri kita sebagai sesuatu yang kita miliki, penyerahan secara penuh, sirnanya kepentingan
pribadi. Kita merasa bahwa apapun yang kita miliki adalah milik objek yang kita
cintai.
Triangular
Theory of Love
Di dalam teori ini, cinta digambarkan memiliki tiga
elemen/komponen yang berbeda, yaitu keintiman (intimacy), gairah/nafsu (passion),
dan kesepakatan/komitmen (commitment). Teori ini dikemukakan oleh Robert
Sternberg – seorang ahli psikologi. Berbagai gradasi maupun jenis cinta timbul
karena perbedaan kombinasi di antara ketiga elemen tersebut. Suatu hubungan
interpersonal yang didasarkan hanya pada satu elemen ternyata lebih rapuh
daripada bila didasarkan pada dua atau tiga elemen.
Berdasarkan “Triangular Theory of Love” disebutkan
beberapa bentuk-bentuk (wajah) cinta, yaitu :
1. Menyukai (liking) atau
pertemanan karib (friendship), yang cuma memiliki elemen intimacy. Dalam jenis
ini, seseorang merasakan keterikatan, kehangatan, dan kedekatan dengan orang
lain tanpa adanya perasaan gairah/nafsu yang menggebu atau komitmen jangka
panjang.
2. Tergila-gila (infatuation) atau pengidolaan
(limerence), hanya memiliki elemen passion. Jenis ini disebut juga Infatuated
Love, seringkali orang menggambarkannya sebagai “cinta pada pandangan pertama”.
Tanpa adanya elemen intimacy dan commitment, cinta jenis ini mudah berlalu.
3. Cinta hampa (empty love), dengan elemen
tunggal commitment di dalamnya. Seringkali cinta yang kuat bisa berubah menjadi
empty love, yang tertinggal hanyalah commitment tanpa adanya intimacy dan
passion. Cinta jenis ini banyak dijumpai pada kultur masyarakat yang terbiasa
dengan perjodohan atau pernikahan yang telah diatur
4. Cinta romantis (romantic love). Cinta jenis
ini memiliki ikatan emosi dan fisik yang kuat (intimacy) melalui dorongan
passion.
5. Cinta persahabatan sejati (companionate love).
Didapatkan pada hubungan yang telah kehilangan passion tetapi masih memiliki
perhatian dan intimacy yang dalam serta commitment. Bentuk cinta seperti ini
biasanya terjadi antar sahabat yang berlawanan jenis.
6. Cinta semu (fatuous love), bercirikan adanya
masa pacaran dan pernikahan yang sangat bergelora dan meledak-ledak
(digambarkan “seperti angin puyuh”), commitment terjadi terutama karena
dilandasi oleh passion, tanpa adanya pengaruh intimacy sebagai penyeimbang.
7. Cinta sempurna (consummate love), adalah bentuk
yang paling lengkap dari cinta. Bentuk cinta ini merupakan jenis hubungan yang
paling ideal, banyak orang berjuang untuk mendapatkan, tetapi hanya sedikit
yang bisa memperolehnya. Sternberg mengingatkan bahwa memelihara dan
mempertahankan cinta jenis ini jauh lebih sulit daripada ketika meraihnya.
Sternberg menekankan pentingnya menerjemahkan elemen-elemen cinta ke dalam
tindakan (action). “Tanpa ekspresi, bahkan cinta yang paling besar pun bisa
mati” kata Sternberg.
8. Non Love, adalah suatu hubungan yang tidak
terdapat satupun dari ketiga unsur tersebut. hanya ada interaksi namun tidak
ada gairah, komitmen, ataupun rasa suka.
Study Kasus :
Pernah tidak sih mendengar cerita dari sahabatmu
atau temanmu yang bercerita tentang pacarnya ?
Tentang indahnya punya pacar ? tentang bahagia yang
di dapatkannya dari sang kekasih hati ? pasti sering kan ? banyak sekali cerita
tentang cinta dari yang bahagia hingga yang menyedihkan dan tragis. Tapi itu
semua hanya cinta kepada sesama umat manusia.
Pernah tidak mendengar melihat temanmu yang
bercerita sambil menangis ketika meninggalkan ibadahnya ? pernah tidak
mendengar penyesalan telah meninggalkan kegiatan agamanya ? tentu jarang ! atau
mungkin tidak sama sekali.
Inilah bedanya, kadang manusia suka lupa bahwa ia
harus lebih mencintai sang penciptanya daripada umat manusia yang juga di
ciptakan sang pencipta.
Opini :
Menurut saya apapun jenis cinta, apapun tingkatan
cinta itu hanyalah masalah hati. Hati yang menentukan semuanya akan seperti
apa, dan akan bagaimana.
Sebagai umat manusia kita harus bersyukur karena
masih ada cinta di dunia ini yang bisa mempererat tali persaudaraan,
memperbanyak tali silaturahmi dan dapat mecegah tindakan anarkisme
terjadi.Memang cinta pada manusia itu buta tapi cinta tidak tuli, masih bisa di
dengar kata-kata pujian untuk yang di Cinta. Masih bisa di rasakan perbuatan n
perlakuan istimewa untuk yang di cinta.
Sumber : Buku MKDU Ilmu Budaya Dasar, Universitas Gunadarma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar